Yeah,
this is a new thing in my blog! I never wrote any novel review before. I was
surprised when I got this honor to review a novel—I was personally asked to
give a review by the writer: Cindy! I won’t to talk too much. Let’s read my
review:
Rain in Paris. Novel ini asyik. Khas remaja banget.
Kalau boleh rating, aku kasih tiga setengah dari lima bintang. Kenapa? Soalnya
novel ini udah berhasil menggambarkan gimana remaja Indonesia secara
realistis—nggak peduli ambil set di mana. Feel
khas remaja Indonesianya dapet banget. Misalnya, betapa remaja Indonesia
itu sekarang lagi kena syndrome susah move
on, sering galau, dan segala perkampretan khas remaja yang berhasil dikemas
dalam plastik yang bernama romantis.
“Drey, aku mau—“
“Pelayannya datang,” ujarku cepat. Aku tidak ingin
membicarakan hubunganku dengan Val atau apapun yang berhubungan dengan tiga
tahun lalu. Aku tidak ingin hatiku sakit kembali.
Tanpa makanan pembuka, Aku dan Val mulai menyantap
makanan utama, tanpa percakapan. Hanya ada suara dentingan garpu dan pisau yang
bersentuhan.
Setelah aku melap mulut dan bibirku dengan napkin,
tiba-tiba Val memegang tanganku. Refleks, aku menarik tanganku.
Ya, menurutku ini
asik banget ngalirnya. Terasa real.
Ada sepasang mantan kasih makan malam berdua, dengan si cowok ada niat khusus
untuk menjalin hubungan lagi sementara si cewek masih trauma dengan masa
lalunya. Implikasinya adalah si cowok jadi agresif main pegang tangan si cewek,
tapi ceweknya memberi respon spontan yang negatif.
Juga adegan yang
satu ini:
“Ibumu sudah menceritakan semuanya.” Sidney
duduk di dekatku dan memegang bahuku. “Val, listen
to me. Buat apa sih kamu masih ngejar-ngejar dia? Belum tentu juga dia
masih mau sama kamu.”
Di sini,
karakter Sidney berhasil digambarkan sebagai sosok pengganggu yang
sumpah-minta-dijenggut. Aku malah spontan nyahut, “Ya so what kalo Audrey gak mau sama Val? Kenapa situ sok jadi Madame Nostradamus era modern? Pake main
tebak Audrey mau balikan apa engga.”
Nah, ini lagi nih
bagian favoritku:
“Telepon siapa sih, Val?”
tanya Sidney, nadanya seperti curiga dan ingin tahu.
Aku menghela napas. “Audrey. Sudah seminggu ini
dia menghilang.”
“Loh bagus dong?” ujarnya sinis.
“Bagus apanya?”
“Ya berarti dia sadar sama kata-kata aku kalau
kamu tuh udah ada yang punya.”
Terasa ngalirnya aja. Tek-tok-nya dapet.
Kalau mau disebutin satu-satu bagian favoritku, mungkin
nanti novelnya malah aku post di sini haha. Jadi sebaiknya kalian beli sendiri
ya di toko terdekat? :”) buat yang suka cerita ringan a la teenlit, ini cocok
banget buat kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar