Kumpulan Puisi Patah Hati |
SEBERKAS KENANGAN MANIS
Puisi Erik Hidayat
Hari demi hari terus berlalu melewati siang dan malam
Hingga tak terasa aroma nostalgia kembali bersemi dan
mewangi mengharumi bulan Agustus ini.
Ya… bulan yang telah banyak menyimpan angan dan kenangan
Bersamamu. Ingatkah kamu?
Wahai yang kurindu;
Ketika pertama kali kita bertemu, berjanji dan bersatu.
Seakan dunia ini hanya milik kita berdua,
Seakan alam pun berdendang ria, memandang kita ceria
Bahkan aku sempat berfikir bahwa aku terlahir ke dunia ini
Hanya untuk membuatmu bahagi, ya…membuatmu bahagia!
Sehingga apapun yang kamu inginkan,
Aku selalu berusaha keras agar dapat memberikannya,
meski terkadang harus ku korbankan segenap jiwa ragaku,
meski aku harus menderita, kecewa, dan luka!
Ya… sekalipun langit mendung, gelap malam untukku.
Wahai belahan jiwaku, masih ingatkah kamu?
Ketika kita bernyanyi bersama di sore itu,
Kau tersenyum mesra padaku. Mungkin itu,
Senyum pertama dan senyum termanis yang pernah kulihat
Seakan hasratku merekah dan hatiku tergugah untuk
Membelaimu dibawah naungan gemerlapnya bintang-gemintang,
Dan indahnya sinar bulan. Ingatkah kamu?
Ketika kita makan malam bersama di malam itu,
kau menatapku dengan sorot matamu yang berbinar.
Sepertinya bias bening bola matamu mampu
merubah gelap gulitanya malam menjadi fajar yang cerah.
Dan disitu pula, Kuberikan serangkaian bunga-bunga indah
sebagai tanda kasih sayangku padamu, ingatkah kamu?
Wahai Sariku, itu hanya seberkas kenangan manisku
Yang masih terkemas rapi dalam setiap ingatanku
Meski terkadang aku harus sedih, jerih dan letih
mengikuti liku hidupku, tapi seberkas kenangan manis kan terkenang slalu
Sariku, semua ini hanyalah puisi penghibur kalbu
yang mungkin dapat melebur keruhnya suasana di
batinku, yang kini tengah pilu meratapi kisah cintaku,
bersamamu.
Entah apa yang bakal terjadi lagi?
yang tersirat dalam garis tanganku
Akau hanya bisa berdo’a, semoga Tuhan
mendengar keluhan dan harapanku. Wahai Sariku,
semua ini hanyalah kata-kata, tapi ini lebih indah
dari bintang-bintang di angkasa.
Ya…ketika seberkas kenangan manisku teringat kembali olehku,
di bulan agustus ini, yang mungkin akan menjadi kelabu…
Copyright © Erik Hidayat
Hari demi hari terus berlalu melewati siang dan malam
Hingga tak terasa aroma nostalgia kembali bersemi dan
mewangi mengharumi bulan Agustus ini.
Ya… bulan yang telah banyak menyimpan angan dan kenangan
Bersamamu. Ingatkah kamu?
Wahai yang kurindu;
Ketika pertama kali kita bertemu, berjanji dan bersatu.
Seakan dunia ini hanya milik kita berdua,
Seakan alam pun berdendang ria, memandang kita ceria
Bahkan aku sempat berfikir bahwa aku terlahir ke dunia ini
Hanya untuk membuatmu bahagi, ya…membuatmu bahagia!
Sehingga apapun yang kamu inginkan,
Aku selalu berusaha keras agar dapat memberikannya,
meski terkadang harus ku korbankan segenap jiwa ragaku,
meski aku harus menderita, kecewa, dan luka!
Ya… sekalipun langit mendung, gelap malam untukku.
Wahai belahan jiwaku, masih ingatkah kamu?
Ketika kita bernyanyi bersama di sore itu,
Kau tersenyum mesra padaku. Mungkin itu,
Senyum pertama dan senyum termanis yang pernah kulihat
Seakan hasratku merekah dan hatiku tergugah untuk
Membelaimu dibawah naungan gemerlapnya bintang-gemintang,
Dan indahnya sinar bulan. Ingatkah kamu?
Ketika kita makan malam bersama di malam itu,
kau menatapku dengan sorot matamu yang berbinar.
Sepertinya bias bening bola matamu mampu
merubah gelap gulitanya malam menjadi fajar yang cerah.
Dan disitu pula, Kuberikan serangkaian bunga-bunga indah
sebagai tanda kasih sayangku padamu, ingatkah kamu?
Wahai Sariku, itu hanya seberkas kenangan manisku
Yang masih terkemas rapi dalam setiap ingatanku
Meski terkadang aku harus sedih, jerih dan letih
mengikuti liku hidupku, tapi seberkas kenangan manis kan terkenang slalu
Sariku, semua ini hanyalah puisi penghibur kalbu
yang mungkin dapat melebur keruhnya suasana di
batinku, yang kini tengah pilu meratapi kisah cintaku,
bersamamu.
Entah apa yang bakal terjadi lagi?
yang tersirat dalam garis tanganku
Akau hanya bisa berdo’a, semoga Tuhan
mendengar keluhan dan harapanku. Wahai Sariku,
semua ini hanyalah kata-kata, tapi ini lebih indah
dari bintang-bintang di angkasa.
Ya…ketika seberkas kenangan manisku teringat kembali olehku,
di bulan agustus ini, yang mungkin akan menjadi kelabu…
Copyright © Erik Hidayat
PESONA BUNGA YANG SIRNA
Puisi Erick Hidayat
Tangisan dari harapan
dan goresan dari ingatan,
kini menjelma kembali di lubuk hati.
Ya...ketika pertama kali aku mengagumi
kepolosan dan kemurnian dari setangkai bunga yang wangi.
Dua musim kulalui bersamanya dalam ikatan janji
saling menyayangi. Siang dan malam pun kunikmati
seiring dengan warna-warni bumi.
Wanginya yang khas senantiasa hiasi
hari-hariku menjadi jauh lebih berarti.
Oh…betapa bahagianya hati ini.
Namun, seiring dengan waktu berlalu.
Rasa sayangku pada bunga itu perlahan-lahan memudar.
Segala corak dan warna yang dulu sempat kukagumi pun seketika sirna.
Karena dia. Ya...karena dia telah mengkhianati janji
dan kesetiaan yang selama ini kukemas rapi dalam hati.
Sunggguh aku tak mengerti. Betapa mudahnya ia melepas diri
setelah sekian lama aku merawat dan menjaganya sepenuh hati.
Aku tak mampu menahan pedihnya luka ini.
Hingga akhirnya aku pasrah diri. Dan berjanji
untuk meninggalkannya. Karena tak mungkin,
tak mungkin aku menghirup kembali
aroma bunga yang sudah tidak wangi lagi.
Tak mungkin aku bisa menjamah lagi
tangkai bunga yang sudah dipenuhi duri.
Mugkin suatu saat nanti dia akan mengerti,
dia akan menyesali atas durinya yang telah menyakiti.
Itupun jika ia masih memiliki hati nurani.
Dan, andai saja nanti
Aku menemukan kembali bunga yang wangi,
Kuharap corak dan warnanya jauh lebih berarti.
dan wanginya kan slalu abadi dalam hati.
Copyright © Erick Hidayat
SEMBILU MENUSUK QALBU
Puisi Arif Ilham
Aku disini terdiam kaku,
Tersentak tanpa kata,
Seakan dunia gelap oleh kabut malam,
Cahaya matahari pun hilang ditelannya,
Ku mencintai bukan membenci, namun,,
Ketika ku coba tuk memahami arti CINTA sebenarnya,
Kenapa hanya lirih luka yang ku dapat..?
Kini kucoba untuk merajut kembali kapas putih itu,
Ketika rajutan itu akan utuh kau hancurkan dengan sebuah bambu yang teramat tajam,
Kau cabik-cabik seolah tak punya perasaan,,
Aku hanya bisa membisu melihatnya,
Seakan pasrah dengan semua yang kulihat,
Mungkin ini karna kumencintai,
Tapi bukan aku yang dicintai,
Semoga kau bahagia dengan lukaku ini,
Semoga kau tenang dengan penderitaan hatiku ini,
Sesungguhnya Tuhan melihat,
Mendengar dan merasakan apa yang ku rasa dia tak diam,
Tapi dia selalu mendengar doa ku,
Puisi Arif Ilham
Aku disini terdiam kaku,
Tersentak tanpa kata,
Seakan dunia gelap oleh kabut malam,
Cahaya matahari pun hilang ditelannya,
Ku mencintai bukan membenci, namun,,
Ketika ku coba tuk memahami arti CINTA sebenarnya,
Kenapa hanya lirih luka yang ku dapat..?
Kini kucoba untuk merajut kembali kapas putih itu,
Ketika rajutan itu akan utuh kau hancurkan dengan sebuah bambu yang teramat tajam,
Kau cabik-cabik seolah tak punya perasaan,,
Aku hanya bisa membisu melihatnya,
Seakan pasrah dengan semua yang kulihat,
Mungkin ini karna kumencintai,
Tapi bukan aku yang dicintai,
Semoga kau bahagia dengan lukaku ini,
Semoga kau tenang dengan penderitaan hatiku ini,
Sesungguhnya Tuhan melihat,
Mendengar dan merasakan apa yang ku rasa dia tak diam,
Tapi dia selalu mendengar doa ku,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar